habib umar bin muhammad bin hafidz
Al-Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz yang dilahirkan pada hari Senin, 27 Mei 1963 M, adalah seorang ulama dunia era modern. Al-Habib ‘Umar kini tinggal di Tarim, Yaman di mana dia mengawasi perkembangan di Dar-al Musthafa
dan berbagai sekolah lain yang telah dibangun di bawah manajemennya.
Dia masih memegang peran aktif dalam dakwah agama Islam, sedemikian
aktifnya sehingga dia meluangkan hampir sepanjang tahunnya mengunjungi
berbagai negara di seluruh dunia demi melakukan kegiatan-kegiatan
mulianya itu.
Kehidupan awal
Dia terlahir di Tarim, Hadramaut, salah satu kota tertua di Yaman
yang menjadi sangat terkenal di seluruh dunia dengan berlimpahnya para
ilmuwan dan para alim-ulama yang dihasilkan kota ini selama berabad-abad[2].
Dia dibesarkan di dalam keluarga yang memiliki tradisi keilmuan Islam
dan kejujuran moral dengan ayahnya yang adalah seorang pejuang martir
yang terkenal, Sang Intelektual, Sang Da’i Besar, Muhammad bin Salim bin
Hafiz bin Shaikh Abu Bakr bin Salim[2].
Ayahnya adalah salah seorang ulama intelektual Islam yang mengabdikan
hidupnya demi penyebaran agama Islam dan pengajaran Hukum Suci serta
aturan-aturan mulia dalam Islam[2]. Ia secara tragis diculik oleh kelompok komunis dan diperkirakan telah meninggal[2].
Demikian pula kedua kakek dia, al-Habib Salim bin Hafiz dan al-Habib
Hafiz bin Abd-Allah yang merupakan para intelektual Islam yang sangat
dihormati kaum ulama dan intelektual Muslim pada masanya[2].
Nasab
Dia
adalah al-Habib ‘Umar putera dari Muhammad putera dari Salim putera
dari Hafiz putera dari Abd-Allah putera dari Abi Bakr putera
dari‘Aidarous putera dari al-Hussain putera dari al-Shaikh Abi Bakr
putera dari Salim putera dari ‘Abd-Allah putera dari ‘Abd-al-Rahman
putera dari ‘Abd-Allah putera dari al-Shaikh ‘Abd-al-Rahman al-Saqqaf
putera dari Muhammad Maula al-Daweela putera dari ‘Ali putera dari
‘Alawi putera dari al-Faqih al-Muqaddam Muhammad putera dari ‘Ali putera
dari Muhammad Sahib al-Mirbat putera dari ‘Ali Khali‘ Qasam putera dari
‘Alawi putera dari Muhammad putera dari ‘Alawi putera dari ‘Ubaidallah
putera dari al-Imam al-Muhajir to Allah Ahmad putera dari ‘Isa putera
dari Muhammad putera dari ‘Ali al-‘Uraidi putera dari Ja’far al-Sadiq
putera dari Muhammad al-Baqir putera dari ‘Ali Zain al-‘Abidin putera
dari Hussain sang cucu laki-laki, putera dari pasangan ‘Ali putera dari
Abu Talib dan Fatimah al-Zahra puteri dari Rasul Muhammad Shallallahu
'Alaihi Wasallam.
Masa Kecil
Dia telah mampu menghafal Al-Qur'an pada usia yang sangat muda dan juga menghafal berbagai teks inti dalam fiqih, hadits, bahasa Arab
dan berbagai ilmu-ilmu keagamaan yang membuatnya termasuk dalam
lingkaran keilmuan yang dipegang teguh oleh begitu banyak ulama-ulama
tradisional seperti Muhammad bin ‘Alawi bin Shihab dan al-Shaikh Fadl
Baa Fadl serta para ulama lain yang mengajar di Ribath Tarim.
Dia pun mempelajari berbagai ilmu termasuk ilmu-ilmu spiritual
keagamaan dari ayahnya yang meninggal syahid, al-Habib Muhammad bin
Salim, yang darinya didapatkan cinta dan perhatiannya yang mendalam pada
da’wah dan bimbingan atau tuntunan keagamaan dengan cara Allah SWT.
Ayahnya begitu memperhatikan sang ‘Umar kecil yang selalu berada di sisi
ayahnya di dalam lingkaran ilmu dan zikir.
Namun
secara tragis, ketika al-Habib ‘Umar sedang menemani ayahnya untuk
sholat Jum‘ah, ayahnya diculik oleh golongan komunis dan sang ‘Umar
kecil sendirian pulang ke rumahnya dengan masih membawa syal milik
ayahnya, dan sejak saat itu ayahnya tidak pernah terlihat lagi. Ini
menyebabkan ‘Umar muda menganggap bahwa tanggung-jawab untuk meneruskan
pekerjaan yang dilakukan ayahnya dalam bidang Da‘wah sama seperti
seakan-akan syal sang ayah menjadi bendera yang diberikan padanya di
masa kecil sebelum ia mati syahid. Sejak itu, dengan sang bendera
dikibarkannya tinggi-tinggi, ia memulai, secara bersemangat, perjalanan
penuh perjuangan, mengumpulkan orang-orang, membentuk Majelis-majelis
dan da’wah. Perjuangan dan usahanya yang keras demi melanjutkan
pekerjaan ayahnya mulai membuahkan hasil. Kelas-kelas mulai dibuka bagi
anak muda maupun orang tua di mesjid-mesjid setempat di mana ditawarkan
berbagai kesempatan untuk menghafal Al-Qur’an dan untuk belajar
ilmu-ilmu tradisional.
Dikirim ke kota Al Bayda
Dia
sesungguhnya telah benar-benar memahami Kitab Suci sehingga dia telah
diberikan sesuatu yang khusus dari Allah meskipun usianya masih muda.
Namun hal ini mulai mengakibatkan kekhawatiran akan keselamatannya dan
akhirnya diputuskan untuk mengirimnya ke kota Al-Bayda’ yang terletak di tempat yang disebut Yaman Utara yang menjadikannya jauh dari jangkauan mereka yang ingin mencelakai sang sayyid muda.
Di
sana dimulai babak penting baru dalam perkembangannya. Masuk sekolah
Ribat di al-Bayda’ dia mulai belajar ilmu-ilmu tradisional di bawah
bimbingan ahli dari yang Mulia al-Habib Muhammad bin ‘Abd-Allah
al-Haddar, semoga Allah mengampuninya, dan juga di bawah bimbingan ulama
mazhab Syafi‘i al-Habib Zain bin Sumait, semoga Allah melindunginya.
Janjinya terpenuhi ketika akhirnya dia ditunjuk sebagai seorang guru tak
lama sesudahnya. Dia juga terus melanjutkan perjuangannya yang
melelahkan dalam bidang Da‘wah.
Kali
ini tempatnya adalah al-Bayda’ dan kota-kota serta desa-desa di
sekitarnya. Tiada satu pun yang terlewat dalam usahanya untuk
mengenalkan kembali cinta kasih Allah dan Rasul-Nya (shallahu 'alaihi
wasallam) ke dalam hati-sanubari mereka semua. Kelas-kelas dan majelis
didirikan, pengajaran dimulai dan orang-orang dibimbing. Usahanya yang
demikian gigih menyebabkannya kekurangan tidur dan istirahat mulai
menunjukkan hasil yang besar bagi mereka yang tersentuh dengan
ajarannya, terutama para pemuda yang sebelumnya telah terjerumus dalam
kehidupan yang kosong dan dangkal, namun kini telah mengalami perubahan
mendalam hingga mereka sadar bahwa hidup memiliki tujuan. Mereka bangga
dengan indentitas baru mereka sebagai orang Islam, mengenakan
sorban/selendang Islam dan mulai memusatkan perhatian mereka untuk
meraih sifat-sifat luhur dan mulia dari Sang Rasul Pesuruh Allah SWT
Perjuangan Da'wah
Sejak
saat itu, sekelompok besar orang-orang yang telah mendapat sentuhan
dakwahnya mulai berkumpul mengelilinginya dan membantunya dalam
perjuangan da‘wah maupun keteguhannya dalam mengajar di berbagai kota
besar maupun kecil di Yaman Utara. Pada masa ini, dia mulai mengunjungi
banyak kota-kota maupun masyarakat di seluruh Yaman, mulai dari kota Ta'iz
di utara, untuk belajar ilmu dari mufti Ta‘iz al-Habib Ibrahim bin Aqil
bin Yahya yang mulai menunjukkan padanya perhatian dan cinta yang besar
sebagaimana dia mendapatkan perlakuan yang sama dari Shaikh al-Habib
Muhammad al-Haddar sehingga ia memberikan puterinya untuk dinikahi
setelah menyaksikan bahwa dalam dirinya terdapat sifat-sifat kejujuran
dan kepintaran yang agung.
Ibadah haji
Tak
lama setelah itu, dia melakukan perjalanan melelahkan demi melakukan
ibadah Haji di Mekkah dan untuk mengunjungi makam Rasulullah s.a.w di
Madinah. Dalam perjalanannya ke Hijaz, dia diberkahi kesempatan untuk
mempelajari beberapa kitab dari para ulama terkenal di sana, terutama
dari al-Habib 'Abdul Qadir bin Ahmad al-Saqqaf yang menyaksikan bahwa di
dalam diri ‘Umar muda, terdapat semangat pemuda yang penuh cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya s.a.w dan sungguh-sungguh tenggelam dalam
penyebaran ilmu dan keadilan terhadap sesama umat manusia sehingga ia
dicintai al-Habib Abdul Qadir salah seorang guru besarnya. Begitu pula
dia diberkahi untuk menerima ilmu dan bimbingan dari kedua pilar
keadilan di Hijaz, yakni al-Habib Ahmed Mashur al-Haddad dan al-Habib
'Attas al-Habashi.
Awal dikenal dunia
Setelah
Perjalanan ke Hijaz, nama al-Habib Umar bin Hafiz mulai tersebar luas
terutama dikarenakan kegigihan usahanya dalam menyerukan agama Islam dan
memperbaharui ajaran-ajaran awal yang tradisional. Namun kepopuleran
dan ketenaran yang besar ini tidak sedikit pun mengurangi usaha
pengajarannya. Bahkan sebaliknya, ini menjadikannya mendapatkan sumber
tambahan di mana tujuan-tujuan mulia lainnya dapat dipertahankan. Tiada
waktu yang terbuang sia-sia, setiap saat dipenuhi dengan mengingat Allah
dalam berbagai manifestasinya, dan dalam berbagai situasi dan lokasi
yang berbeda. Perhatiannya yang mendalam terhadap membangun keimanan
terutama pada mereka yang berada didekatnya, telah menjadi salah satu
dari perilakunya yang paling terlihat jelas sehingga membuat namanya
tersebar luas bahkan hingga sampai ke Dunia Baru.
Negara
Oman akan menjadi fase berikutnya dalam pergerakan menuju pembaharuan
abad ke-15. Setelah menyambut baik undangan dari sekelompok Muslim yang
memiliki hasrat dan keinginan menggebu untuk menerima manfaat dari
ajarannya, dia meninggalkan tanah kelahirannya dan tidak kembali hingga
beberapa tahun kemudian. Bibit-bibit pengajaran dan kemuliaan juga
ditanamkan di kota Shihr di Yaman timur,
kota pertama yang disinggahinya ketika kembali ke Hadramaut, Yaman. Di
sana ajaran-ajaran dia mulai tertanam dan diabadikan dengan pembangunan
Ribat al-Mustafa. Ini merupakan titik balik utama dan dapat memberi
tanda lebih dari satu jalan, dalam hal melengkapi aspek teoretis dari
usaha ini dan menciptakan bukti-bukti konkrit yang dapat mewakili
pengajaran-pengajaran pada masa depan.
Pulang ke Tarim
Kepulangannya ke Tarim
menjadi tanda sebuah perubahan mendasar dari tahun-tahun yang dia
habiskan untuk belajar, mengajar, membangun mental agamis orang-orang di
sekelilingnya, menyebarkan seruan dan menyerukan yang benar serta
melarang yang salah. Pada tahun 1993 M atau sekitar 1414 H, al-Habib
Umar mengabadikan ajaran-ajarannya dengan membangun Dar-al Musthafa atau Pondok Pesantren Darul Musthafa. Pesantren ini didirikan dengan tiga tujuan :
- Mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman secara bertatap muka(talaqqi) dan para pengajarnya adalah para ahli yang memiliki sanad keilmuan yang dapat dipertanggungjawabkan
- Menyucikan diri dan memperbaiki akhlaq
- Menyebarkan ilmu yang bermanfaat serta berdakwah menyeru kepada jalan yang dirihai Allah swt dan sesuai dengan apa-apa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW serta para salafunassahlihin
Dar-al Musthafa
menjadi hadiah dia bagi dunia, dan di pesantren itu pulalah ajaran para
salafusshalihin diserukan, hingga menyebar ke seluruh penjuru dunia.
Dalam waktu yang dapat dikatakan demikian singkat, penduduk Tarim akan
menyaksikan berkumpulnya pada murid dari berbagai daerah yang jauh
bersatu di satu kota yang hampir terlupakan ketika masih dikuasai para
pembangkang komunis. Murid-murid dari Indonesia, Malaysia, Singapura, Kepulauan Comoro, Tanzania, Kenya, Mesir, Inggris, Pakistan, Amerika Serikat dan Kanada,
juga negara-negara Arab lain dan negara bagian di Arab akan diawasi
secara langsung oleh al-Habib Umar. Mereka ini akan menjadi perwakilan
dan penerus dari apa yang kini telah menjadi perjuangan asli demi
memperbaharui ajaran Islam tradisional pada abad ke-15 setelah hari
kebangkitan. Berdirinya berbagai institusi Islami serupa di Yaman dan di
negara-negara lain dibawah manajemen al-Habib Umar akan menjadi sebuah
tonggak utama dalam penyebaran Ilmu dan perilaku mulia serta menyediakan
kesempatan bagi orang-orang awam yang kesempatan tersebut dahulunya
telah dirampas dari mereka.
Dakwah di Indonesia
Awal kedatangan Habib Umar ke Indonesia adalah pada tahun 1994. Dia diutus oleh Al-Habib Abdul Qadir bin Ahmad Assegaf yang berada di Jeddah untuk mengingatkan dan menggugah ghirah (semangat atau rasa kepedulian) para Alawiyyin Indonesia, disebabkan sebelumnya ada keluhan dari Habib Anis bin Alwi al-Habsyi seorang ulama dan tokoh asal Kota Solo/ Kota Surakarta, Jawa Tengah tentang keadaan para Alawiyyin di Indonesia yang mulai jauh dan lupa akan nilai-nilai ajaran para leluhurnya.
Dakwahnya juga sangat dirasakan kesejukannya dan disambut dengan hangat oleh umat Islam di Indonesia. Masyarakat menyambutnya dengan sangat antusias dan hangat, mengingat bahwa kakeknya yang kedua, Al-Habib Hafidz bin Abdullah bin Syekh Abubakar bin Salim, berasal dari Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, Indonesia. Dakwahnya yang sangat indah dan sejuk itu yang bersumber dan sang kakek Nabi Muhammad saw, sangatlah diterima oleh berbagai kalangan, baik pemerintah maupun rakyat, kaya ataupun miskin, tua ataupun muda.
Di Indonesia al-Habib Umar sudah beberapa kali membuat kerjasama dengan pihak bahkan pemerintah Indonesia, dalam hal ini Ditjen Kelembagaan Keagamaan Kementerian Agama Indonesia meminta pembuatan kerjasama dengan al-Habib Umar dan Dar-al Musthafa untuk pengiriman Sumber daya manusia yang berkualitas, khususnya para kiai pimpinan pondok pesantren untuk mengikuti program pesantren kilat selama tiga bulan di bawah bimbingan langsung al-Habib Umar. Sampai saat ini, banyak sudah santri-santri di Indonesia yang menuntut ilmu di pondok pesantren yang dia pimpin, Dar-al Musthafa di Hadhramaut, dan telah melahirkan banyak da’i yang meneruskan perjuangan dakwahnya di berbagai daerah di Indonesia.
Penghargaan & Kiprah Internasional
- Pada tanggal 22 Februari sampai dengan 2 Maret 2003 (26-29 Dzul Hijjah 1423 H) di Dar-al Musthafa, Tarim dia merintis upaya persatuan dalam aktifitas dakwah, dengan mengadakan multaqa ulama atau simposium yang dalam pertemuan itu dihadiri oleh berbagai ulama dari belahan dunia, dan kemudian berlanjut pada pertemuan berikutnya di berbagai penjuru dunia dalam skala lokal maupun internasional
- Habib Umar termasuk sebagai salah seorang penandatangan dari dua dokumen internasional yang berpengaruh, yaitu Risalah Amman pada tahun 2005, pada urutan tandatangan nomor 549, dan A Common Word (bahasa Inggris: A Common Word Between Us and You) pada tahun 2007 dalam urutan tandatangan nomor 42, yang keduanya ditandatangani oleh tokoh-tokoh Muslim dunia, termasuk di antaranya beberapa pemimpin Muslim Indonesia
- Di Indonesia, Habib Umar mendeklarasi berdirinya Majelis Almuwasholah Bayna Ulama Al Muslimin atau Forum Silaturrahmi Antar Ulama pada tahun 1327 H / 2007 M.
- Tahun 2009, New York Times menampilkan al-Habib Umar dan Darul Musthafa dalam salah satu pemberitaannya
- Al-Habib Umar bin Hafizh termasuk salah satu dari 50 Urutan teratas dari The Muslim 500: The Wordl's 500 Most Influential Muslims (bahasa Inggris: The 500 Most Influental Muslims), yang diterbitkan oleh Center for Muslim-Christian Understanding, Georgetown University (bahasa Inggris: Georgetown University), Amerika Serikat, yang dipimpin oleh sarjana studi Islam ternama John Esposito[6][9](bahasa Inggris: John Esposito).
.
Daftar Kitab Karangan
Al-Habib Umar juga merupakan ulama yang produktif dalam menulis, di antara kitab karangan Ia adalah :
- Is'af at Thalibi
- Ridha al-Khalaq bi bayan Makarimal Akhlaq
- Taujihat at-Thullab
- Syarah Mandzumah Sanad al-'Ulwi.
- adz-Dzakirah al-Musyarrafah(Fiqih)
- Dhiyaullami'bidzikri Maulid an-Nabi asy-Syafi'(Maulid Nabi Muhammad SAW)
- Khuluquna
- Khulasoh madad an-nabawiy(Dzikir)
- Syarobu althohurfi dhikri siratu badril budur
- Taujihat nabawiyah
- Nurul iman(Aqidah)
- Almukhtar syifa alsaqim
- Al washatiah
- Mamlakatul qa’ab wa al ‘adha’
- Muhtar Ahadits (Hadits)
- Durul Asas (Nahu)
- Tsaqafatul Khatib (Panduan Khutbah)
Kitab
Maulid adh-Dhiya' al-Lami' merupakan karya al-Habib Umar paling
monumental yang berisi syair pujian terhadap Rasulullah SAW, ummat islam
Indonesia telah banyak mengenal dan membaca karya ini, yang juga
mengenalnya dengan Maulid al-Habib Umar.
Sejarah Maulid Adh Dhiya Ulami
Maulid Adh-Dhiya Ullami (Cahaya Yang Terang Benderang). Kitab yang disusun oleh al-Musnid al-Habib Umar bin Muhammad Al-Hafizh ini merupakan Kitab Maulid mutakhir.
Di
suatu malam Al Musnid Habib Umar bin Hafidh memanggil salah seorang
muridnya, lalu diperintahnya membawa pena dan kertas, seraya berkata : "Tulis..”, lalu ia mengucapkan maulid Dhiya’ullami' itu mulai sepertiga malam, dan sebelum waktu subuh telah selesai.
Maulid
ini mulia, karena angka-angkanya disebutkan menuliskan sejarah Nabi
SAW, bait-bait shalawat pembukanya berjumlah 12 yang melambangkan
kelahiran Nabi SAW yg tanggal 12 rabiul awal.
Alinea
pertamanya dipadu dari 3 surat, yaitu surat Al-fath, surat At-taubah
dan Surat Al-Ahzab. 3 surat ini melambangkan kelahiran Nabi Saw adalah
pada bulan tiga, yaitu rabiul awal, alinea pertama hingga Qiyam
jumlahnya 63 yaitu melambangkan usia Nabi SAW 63 tahun, maulid ini
angka-angkanya memperhitungkan sejarah Nabi SAW, tahun Hijrah Nabi SAW,
jumlah sahabat dll.
al-Habib
Umar yang ahli dalam bahasa, syairnya bukan hanya Maulid Dhiya’ullami’,
namun lebih dari seribu alinea syair telah diterbitkan dari ucapannya
dengan jumlah yang mencapai ratusan ribu bait.
Dia
digelari Al Musnid, didasarkan karena setiap menyebut hadits, dia mampu
ataupun hafal menyebut sanadnya hingga Nabi SAW atau kutubusshahih.
Komentar
Posting Komentar